Rabu, 01 Juni 2016

Sapardi Djoko Damono ???


           tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

...

 Sapardi Djoko Damono. Udah sering denger karyanya, nggak afdol nih kalo nggak kenal. siapa sih dia?  Sapardi Djoko Damono lahir di Surakarta, 20 Maret 1940, umur 76 tahun. Dikenal melalui berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat populer, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum

            Masa mudanya dihabiskan di Surakarta, lulusan SMP Negeri 2 Surakarta pada 1955 dan SMA Negeri 2 Surakarta pada 1958. Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang Bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut  ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".

            Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 ia mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Ia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai seorang putra dan seorang putri.

            Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Ia tidak saja menulis puisi, namun juga cerita pendek. Selain itu, ia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola. Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.

Yang fana adalah waktu

karya Sapardi Djoko Damono

http://daraprayoga.com/wp-content/uploads/2013/08/Broken-clock-2.jpg 
Kita abadi
 Yang fana adalah waktu
Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi

Aku ingin mencintamu dengan sederhana


karya Sapardi Djoko Damono

 

http://65.media.tumblr.com/a18e4219b2be440f564956972ad56566/tumblr_mih3rl9Kqy1rr9kwro1_500.png

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

 

I was here Template by Ipietoon Cute Blog Design